Rabu, 13 Januari 2016

Teori Terbentuknya Negara

Diskursus tentang negara hampir tidak pernah berhenti, lebih-lebih di zaman modern ini. Alasannya sangat jelas dan sederhana karena tidak ada seorang pun yang terlepas dari jarring-jaring negara (state). Kalau ada perbedaan, hanyalah pada kadar dan intensitasnya.
Untuk mempermudah analisa dalam penulisan ini, penyusun memandang perlu untuk memaparkan teori tentang terbentuknya negara, teori berguna berguna untuk mendeskripsikan dan untuk lebih mempertajam fakta yang hendak kita selidiki. Berikut di bawah ini teori-teori tentang terbentuknya negara:
1.     Teori Ketuhanan
Teori ketuhanan ini didasarkan  pada kepercayaan bahwa segala kejadian di jagat raya ini terjadi karena kehendak Tuhan. Demikian juga, negara terbentuk karena kehendak-Nya. Jadi, kekuatan supranatural atau gaib yang mneghendaki terbentuknys negara itu. Menurut teori ini, suatu negara tidak atau belum akan terjadi, jika Tuhan belum menghendakinya. Dewasa ini, indikasi masih dianutnya paham dari teori ini, sekurang-kurangnya dapat dilihat dalam Undang-Undang Dasar atau konstitusi berbagai negara yang mencantumkan kalimat :
Dengan Berkat Rahmat Tuhan” atau “ by the grace of God”.
Di sini, asal usul raja atau kepala negara yang memerintah dan mengelola negara adalah penjelmaan atau bayangan Tuhan di bumi. Misalnya, Mikado di Jepang adalah kaisar yang dianggap sebagai keturunan dewa matahari, Raja Iskandar Dzulkarnaen dinyatakan sebagai putra Zeus Ammon. Bertolak dari anggapan itu, diyakini dan diterimalah bahwa kekuasaan itu sesungguhnya dipindahkan dari Tuhan atau dewa-dewa kepada manusia sehingga masalahnya tidak dapat dipecahkan secara ilmu pengetahuan oleh manusia biasa.[1]
2.   Teori Hukum Alam
Hukum Alam Ini tidak bertitik tolak dari negara, tetapi dari manusia, yakni manusia bebas dalam status naturalis. Ini artinya, hukum alam bukan merupakan hukum buatan negara, melainkan hukum yang berlaku menurut keadaan alam. Para penganut teori hukum alam ini menganggap bahwa di dalam alam ini ada hukum yang berlaku abadi atau “universal”, yaitu tidak berubah, berlaku dalam setiap waktu dan tempat.
Hukum alam menurut Prof Mr. R. Krenenburg seperti dikutip solly lubis, adalah “manusia secara abstark, manusia di luar negara, dibuat pangkal permulaan pikiran,  mudah untuk dimengerti. Bukankah yang dicari pertumbuhan negara, sehingga mudah dipahami? Manusia di luar ikatan negara, manusia tak terikat, manusia luar, itulah yang dijadikan pangkal permulaan. Untuk mempelajari dengan baik hukum-hukum yang menguasai pembentukan negara dan hukum. (il faut considerer un home avant I’ etablissment des societies-kita harus memandang manusia sebelum terdapatnya masyarakat).”
Mengenai teori-teori hukum alam (kodrat) ini, secara lebih luas Prof. Mr. Mahadi mengurai sebagai berikut: hukum alam disebut juga dengan ius natural. Dalam hal ini, para sarjana terbagi atas dua golongan, yaitu: 1) Sarjana yang berpendapat bahwa hukum alam berakar pada agama; 2) Sarjana yang berpendapat bahwa hukum alam sebagai hasil pikiran sehat (ratio).[2]
3.   Teori Kekuasaan
“Raja yang pertama adalah prajurit yang berhasil”
Penggalan kalimat di atas dibuat oleh  Voltaire (1694-1778) untuk menggambarkan bahwa negara itu terbentuk tidak lain karena kekuatan atau kekuasaan. Pendapat yang sama sebenarnya sudah ada sejak zaman kuno. Kallikles, misalnya, kurang lebih berpendapat seperti itu, yakni bila orang-orang yang lebih baik telah memperoleh kekuasaan yang lebih besar daripada orang-orang yang kurang baik, di situlah keadilan, begitu juga orang yang lebih kuat terhadap orang yang lebih lemah. Sering terbukti bahwa hal tersebut  terdapat pada manusia maupun makhluk lain, bahkan pada negara-negara bahwa yang terkuat senantiasa memerintah (menguasai) yang lemah.
Bertalian dengan itu, Karl Marx juga mengajarkan bahwa negara adalah hasil dari pertarungan antara kekuatan-kekuatan ekonomis dan negara merupakan alat pemeras bagi mereka yang lebih kuat terhadap yang lemah, dan negara itu akan lenyap kalau perbedaan kelas itu tidak ada lagi. Intinya Marx berpendapat bahwa negara itu timbul karena kekuasaan. Marx berpendirian bahwa sebelum ada negara di dunia ini telah ada masyarakat komunis purba. Buktinya, pada masa itu menurut Marx, belum dikenal hak milik pribadi sehingga semua alat produksi menjadi milik seluruh masyarakat.
Jadi, menurut Marx bahwa lahirnya negara untuk yang pertama kali adalah bersamaan dengan munculnya hak milik pribadi. Adanya hak milik pribadi menyebabkan masyarakat terpecah menjadi dua kelas yang saling bertentangan, yakni kelas pemilik alat-alat produksi dan kelas bukan pemilik alat-alat produksi. Kelas pemilik alat-alat produksi. Atau popular kelas borjuis, merasa tidak nyaman dengan kelebihan yang dimilikinya dalam dalam bidang ekonomi. Mereka memerlukan suatu organisasi pemaksa yang disebut negara, yaitu untuk mempertahankan pola produksi yang memberikan kedudukan istimewa kepadanya untuk melanggengkan pemilikan atas alat-alat produksi tersebut.[3]
4.   Teori Perjanjian Masyarakat
Teori perjanjian masyarakat bertitik tolak pada anggapan bahwa sebelum ada negara, manusia hidup secara sendiri-sendiri, dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Saat itu, belum ada masyarakat dan belum ada peraturan apapun juga, sehingga kehidupan masyarakat sangat kacau.
Dalam keadaan demikian, manusia dengan anugerah akal yang dimilikinya melakukan perkumpulan untuk membentuk sebuah permufakatan bersama dalam rangka saling memelihara keselamatan hidup dan kepemilikan harta. Permufakatan itu sering disebut dengan “Perjanjian  Masyarakat” (contrac social). Salah satu permufakatan itu adalah pendirian “organisasi kekuasaan bersama” yakni sebuah negara. Perjanjian antar kelompok masyarakat atau manusia yang melahirkan negara disebut pactum unionis. Sementara perjanjian antar kelompok masyarakat dengan penguasa yang diangkat dalam perjanjian pertama, pactum unionis disebut pactum subjectionis. Isi pactum subjectionis adalah pernyataan manusia untuk menyerahkan hak-haknya (hak-hak yang diberikan alam) kepada penguasa dan berjanji akan taat kepadanya.
Dengan demikian, permufakatan atau perjanjian tersebut melahirkan sejumlah hak dan kewajiban antara individu atau kelompok individu (masyarakat) dengan negara di satu sisi, dan antara individu dengan individu atau kelompok individu di sisi lain.[4]
5.   Teori Organis
Teori organis menyatakan bahwa negara adalah suatu organisme. Teori ini sama dengan konsep biologis yang melukiskan negara dengan istilah-istilah ilmu alam. Misalnya, terbentuk dan lahirnya negara sama seperti (dianalogikan) kelahiran makhluk hidup lainnya. Jika ada embrionya, perlahan-lahan embrio tersebut berkembang menjadi negara. Negara tumbuh sebagai hasiul suatu evolusi seperti tumbuhnya makhluk hidup lain seperti manusia, hewan, dan tumbuhan. Misalnya, negara bermula dari pola kerja sama antarorganisasi sederhana, kemudian meningkat secara bertahap ke dalam bentuk yang lengkap dan jelas. Dalam tahap terakhir inilah, lahir suatu negara.[5]
6.   Teori Garis Kekeluargaan (Patriarkhal, Mathriarkhal)
Teori ini menerangkan bahwa negara dapat terbentuk dari perkembangan suatu keluarga yang menjadi besar kemudian bersatu membentuk negara. Adakalanya garis kekeluargaan berdasarkan garis ayah (pathriarkhal) dan adakalanya garis ibu (mathriarkahl). Teori ini juga disebut sebagai teori perkembangan suku. Orang-orang yang mempunyai hubungan darah (kekeluargaan) berkembang menjadi suatu suku (tribe) lalu berkembang lagi sehingga membentuk suatu negara.[6]

Oleh: Agus Riswandi, S.Sy.



[1] DR.H. Deddy Ismatullah, S.H., M. Hum. Asep A Sahid Gatara Fh, M. Si., Ilmu Negara Dalam Multi Perspektif Kekuasaan, Masyarakat, Hukum, dan Agama, Bandung: Pustaka Setia, Cetakan ke-2, 2007, hlm 57.
[2] Ibid., hlm, 58-59.
[3] Ibid.,Hlm, 62-63.
[4] Ibid., hlm, 63-64.
[5] Ibid., hlm, 65.
[6] Ibid., hlm, 66.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar