Rabu, 13 Januari 2016

Siyasah Dusturiyah

Salah satu pemikiran politik di Indonesia yang relatif bertahan dan cenderung berkesinambungan serta berkembang adalah Islam. Dalam politik Islam (siyasah), pemikiran politik berarti segala pemikiran tentang politik yang berkaitan dengan dengan pengaturan dan pemeliharaan umat[1].
Secara terminologis dalam lisan Al-Arab, siyasah adalah mengatur atau memimpin sesuatu dengan cara membawa kepada kemaslahatan. Dan siyasah adalah ilmu pemerintahan untuk mengendalikan tugas dalam negeri dan luar negeri, yaitu politik dalam negeri dan politik dalam negeri serta kemasyarakatan, yakni mengatur kehidupan umum atas dasar keadilan dan istiqomah[2]. Sedangkan dusturiyah adalah prinsip-prinsip atau pokok-pokok bagi pemerintahan negara maupun seperti terbukti di dalam perundang-undangan, peraturan-peraturan, maupun adat istiadat atau kebijaksanaan[3].
Abu A’la Al-Maududi Memberikan definisi bahwa “Dustur” adalah suatu dokumen yang semua memuat prinsip-prinsip pokok yang menjadi landasan pengaturan suatu negara.
Dengan demikian, siyasah dusturiyah adalah suatu cabang ilmu fiqh yang membahas tentang pengaturan perundang-undangan yang oleh hal ihwal kenegaraan dari persesuaian dengan prinsip-prinsip agama dan merupakan realisasi kemaslahatan manusia serta memenuhi kebutuhannya.[4]
Sejalan dengan pemikiran diatas jelaslah bahwa para ulama mengartikan siyasah dalam arti yang sangat luas yang pada prinsipnya mengendalikan atau mengurus kepentingan umat sesuai dengan prinsip-prinsip umum syari’at untuk kemaslahatan kehidupan dunia dan kehidupan nanti di akhirat. Dalam siyasah ada dua pihak yang saling membutuhkan dan harus bekerja sama secara harmonis dan berkesinambungan antara lain; pertama, pihak yang memegang kekuasaan yang mengurus, mengatur, membuat kebijakan-kebijakan, dan mengendalikan kehidupan bersam. kedua, pihak yang diurus, diatur, dan dilayani kepentingannya yaitu rakyat banyak.[5]
Oleh karena itu tidak mengherankan apabila siyasah dikatakan atau diartikan sebagai politik, karena didalam politik sering disoroti sampai dimana negara atau pemerintahan memenuhi tugasnya terhadap orang banyak yang merupakan suatu masyarakat tertentu hal ini pun berhubungan dengan sistem dan bentuk negara serta hubungannya dengan agama (Islam).
Dalam politik Islam (siyasah), pemikiran politik berarti segala pemikiran tentang politik yang berkaitan dengan pengaturan dan pemeliharaan umat. Berkaitan dengan pengertian tersebut, Abdul Qodim Zallum dalam political thought (Afkaru siyasiyyah) menuturkan bahwa tingkat tertinggi dari pemikiran politik (Islam) adalah pemikiran yang berhubungan dengan urusan umat manusia di dunia dari sudut tertentu. Disini, pondasi utama dari pemikiran politik Islam adalah akidah Islam, yang menurut Qadim Zallum, akidah Islam adalah suatu ideology, system, dan diin; yang termasuk di dalamnya Negara.
Anggapan atau pandangan di atas dapat dipahami karena politik dalam Islam adalah semakna-sebangun dengan kata siyasah. Siyasah itu sendiri mempunyai makna mengatur urusan umat. Politik dilaksanakan, baik oleh Negara (pemerintah) maupun umat (masyarakat). Negara adalah institusi yang mengatur urusan tersebut secara praktis, sedangkan umat melaksanakan kewajiban sekaligus mengoreksi (muhasabah) Negara dalam melaksanakan tugasnya.
Lebih rinci, secara etimologi (lughah/harfiah), politik (siyasah) berasal dari kata ‘sasa’, ‘yasusu’, ‘siyasatan’ yang berarti “mengurus, mengendalikan, mengatur atau membuat keputusan tentang kepentingan seseorang atau umat.” Kemudian, dalam kamus Al-Muhith, makna kata siyasah seperti dikutip Qadim Zallum, disepadankan dengan kata-kata, ‘sustu ar-ra’iyata siyasatan’ berarti “saya memerintahnya dan melarangnya.” Sementara itu, secara terminology (istilah) siyasah (politik) seperti disampaikan Ahmad Fathi Bahatsi, sebgaimana dikutip H. A. Djazuli, adalah pengurusan kemaslahatan umat manusia sesuai dengan syara. Adapun Ibnu ‘Aqil mendefinisikan siyasah adalah “segala perbuatan yang membawa manusia lebih dekat dengan kemaslahatan dan lebih jauh dari kemafsadatan.”
Siyasah dalam pengertian “mengurus” juga dikatakan Abd Wahhab Al-Khalaf. Ia mendefinisikan siyasah sebagai “pengurusan hal-hal yang bersifat umum bagi Negara Islam dengan cara yang menjamin perwujudan kemaslahatan dan penolakan kemadaratan dengan tidak melampaui batas-batas syari’ah dan pokok-pokok syari’ah kulliy, meskipun tidak sesuai dengan pendapat ulama-ulama mujtahid.
Apabila melihat pada definisi-definisi di atas, tampaknya dalam politik Islam (siyasah) terdapat tiga unsur yang berkaitan satu dan lainnya, yakni,
a1. Negara (pihak yang mengatur dan aturannya bersifat eksekutif);
b2.  Umat atau masyarakat (pihak yang diatur); dan
33.  Kemaslahatan (hal-hal yang diatur atau diurus).[6]


Oleh: Agus Riswandi, S.Sy.



[1] A.A. Sahid Gatara, FH, M.Si, Ilmu Politik Memahami dan Menerapkan., (Bandung : Pustaka Setia), hlm, 74
[2] J.Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah, Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran., (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 1997), hlm, 23.
[3] H.A Djajuli, Fiqh Siyasah Implementasi Kemaslahatan Umat Dalam Rambu-Rambu Syariah.,(Bandung: Prenada Media Grup,2003),hlm, 7.
[4] Ibid. , hlm, 1.
[5] Ibid,hlm, 4.
[6] A. A. Sahid Gatara, Fh, M.Si., Ilmu Politik, Op.,Cit, hlm. 74-76.

1 komentar: