Salah satu pemikiran politik di Indonesia yang relatif bertahan dan cenderung berkesinambungan serta berkembang adalah Islam. Dalam politik Islam (siyasah), pemikiran politik berarti segala pemikiran tentang politik yang berkaitan dengan dengan pengaturan dan pemeliharaan umat[1].
Secara terminologis dalam lisan Al-Arab, siyasah adalah
mengatur atau memimpin sesuatu dengan cara membawa kepada kemaslahatan. Dan
siyasah adalah ilmu pemerintahan untuk mengendalikan tugas dalam negeri dan
luar negeri, yaitu politik dalam negeri dan politik dalam negeri serta
kemasyarakatan, yakni mengatur kehidupan umum atas dasar keadilan dan istiqomah[2].
Sedangkan dusturiyah adalah prinsip-prinsip atau pokok-pokok bagi pemerintahan
negara maupun seperti terbukti di dalam perundang-undangan,
peraturan-peraturan, maupun adat istiadat atau kebijaksanaan[3].
Abu A’la Al-Maududi Memberikan definisi bahwa “Dustur”
adalah suatu dokumen yang semua memuat prinsip-prinsip pokok yang menjadi
landasan pengaturan suatu negara.
Dengan demikian, siyasah
dusturiyah adalah suatu cabang ilmu fiqh yang membahas tentang pengaturan
perundang-undangan yang oleh hal ihwal kenegaraan dari persesuaian dengan
prinsip-prinsip agama dan merupakan realisasi kemaslahatan manusia serta
memenuhi kebutuhannya.[4]
Sejalan dengan
pemikiran diatas jelaslah bahwa para ulama mengartikan siyasah dalam arti yang
sangat luas yang pada prinsipnya mengendalikan atau mengurus kepentingan umat
sesuai dengan prinsip-prinsip umum syari’at untuk kemaslahatan kehidupan dunia
dan kehidupan nanti di akhirat. Dalam siyasah ada dua pihak yang saling
membutuhkan dan harus bekerja sama secara harmonis dan berkesinambungan antara
lain; pertama, pihak yang memegang kekuasaan yang mengurus, mengatur,
membuat kebijakan-kebijakan, dan mengendalikan kehidupan bersam. kedua,
pihak yang diurus, diatur, dan dilayani kepentingannya yaitu rakyat banyak.[5]
Oleh karena itu
tidak mengherankan apabila siyasah dikatakan atau diartikan sebagai politik,
karena didalam politik sering disoroti sampai dimana negara atau pemerintahan
memenuhi tugasnya terhadap orang banyak yang merupakan suatu masyarakat
tertentu hal ini pun berhubungan dengan sistem dan bentuk negara serta
hubungannya dengan agama (Islam).
Dalam politik Islam (siyasah), pemikiran
politik berarti segala pemikiran tentang politik yang berkaitan dengan
pengaturan dan pemeliharaan umat. Berkaitan dengan pengertian tersebut, Abdul
Qodim Zallum dalam political thought (Afkaru
siyasiyyah) menuturkan bahwa tingkat tertinggi dari pemikiran politik (Islam)
adalah pemikiran yang berhubungan dengan urusan umat manusia di dunia dari
sudut tertentu. Disini, pondasi utama dari pemikiran politik Islam adalah
akidah Islam, yang menurut Qadim Zallum, akidah Islam adalah suatu ideology,
system, dan diin; yang termasuk di
dalamnya Negara.
Anggapan atau pandangan di atas dapat
dipahami karena politik dalam Islam adalah semakna-sebangun dengan kata
siyasah. Siyasah itu sendiri mempunyai makna mengatur urusan umat. Politik
dilaksanakan, baik oleh Negara (pemerintah) maupun umat (masyarakat). Negara
adalah institusi yang mengatur urusan tersebut secara praktis, sedangkan umat
melaksanakan kewajiban sekaligus mengoreksi (muhasabah) Negara dalam
melaksanakan tugasnya.
Lebih rinci, secara etimologi
(lughah/harfiah), politik (siyasah) berasal dari kata ‘sasa’, ‘yasusu’, ‘siyasatan’ yang berarti “mengurus,
mengendalikan, mengatur atau membuat keputusan tentang kepentingan seseorang
atau umat.” Kemudian, dalam kamus Al-Muhith, makna kata siyasah seperti dikutip
Qadim Zallum, disepadankan dengan kata-kata, ‘sustu ar-ra’iyata siyasatan’ berarti “saya memerintahnya dan
melarangnya.” Sementara itu, secara terminology (istilah) siyasah (politik)
seperti disampaikan Ahmad Fathi Bahatsi, sebgaimana dikutip H. A. Djazuli,
adalah pengurusan kemaslahatan umat manusia sesuai dengan syara. Adapun Ibnu
‘Aqil mendefinisikan siyasah adalah “segala perbuatan yang membawa manusia
lebih dekat dengan kemaslahatan dan lebih jauh dari kemafsadatan.”
Siyasah dalam pengertian “mengurus” juga
dikatakan Abd Wahhab Al-Khalaf. Ia mendefinisikan siyasah sebagai “pengurusan
hal-hal yang bersifat umum bagi Negara Islam dengan cara yang menjamin
perwujudan kemaslahatan dan penolakan kemadaratan dengan tidak melampaui
batas-batas syari’ah dan pokok-pokok syari’ah
kulliy, meskipun tidak sesuai dengan pendapat ulama-ulama mujtahid.
Apabila melihat pada definisi-definisi
di atas, tampaknya dalam politik Islam (siyasah) terdapat tiga unsur yang
berkaitan satu dan lainnya, yakni,
a1. Negara
(pihak yang mengatur dan aturannya bersifat eksekutif);
b2. Umat
atau masyarakat (pihak yang diatur); dan
Oleh: Agus Riswandi, S.Sy.
[1] A.A. Sahid Gatara, FH,
M.Si, Ilmu Politik Memahami dan
Menerapkan., (Bandung : Pustaka Setia), hlm, 74
[2] J.Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah, Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran., (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada 1997), hlm, 23.
[3] H.A Djajuli, Fiqh Siyasah Implementasi Kemaslahatan Umat Dalam
Rambu-Rambu Syariah.,(Bandung: Prenada Media Grup,2003),hlm, 7.
[4] Ibid. , hlm, 1.
[5] Ibid,hlm, 4.
keren,,
BalasHapus