Rabu, 13 Januari 2016

Lafaz Musytarak


A.    Pengertian Musytarak
Kata musytarak berasal dari kata Isytaraka yang berarti bersekutu. Sedangkan secara istilah  adalah satu lafaz yang menunjukkan dua makna atau lebih.
Jadi lafaz musytarak adalah lafaz yang diletakkan untuk dua makna atau lebih dengan peletakan yang bermacam-macam, dimana lafaz itu menunjukkan makna yang ditetapkan secara ‘ain ditetapkan menurut bahasa untuk pandangan, untuk mata air yang bersumber, dan untuk mata-mata, misalnya bagi lafaz al-quru ditetapkan dalam bahasa, untuk pengertian suci dan haid, masing-masing arti memiliki penggunaan pada tempat yang berbeda.
B.    Ketentuan Hukum Lafadz Musytarak
Apabila dalam nash-nash Al-Qur’an dan As-Sunnah terdapat lafadz yang musytarak, maka menurut kaidah yang telah dirumuskan oleh para ulama’ ushul adalah sebagai berikut :
a.      Apabila lafadz tersebut mengandung kebolehan terjadinya hanya musytarak antara arti bahasa dan istilah syara’, maka yang ditetapkan adalah arti istilah syara’, kecuali ada indikasi- indikasi yang menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah arti dalam istilah bahasa.
b.     Apabila lafadz tersebut mengandung kebolehan terjadinya banyak arti, maka yang ditetapkan adalah salah satu arti saja dengan dalil-dalil (qarinah) yang menguatkan dan menunjukkan salah satu arti tersebut. Baik berupa qarinah lafdziyah maupun qarinah haliyah. Yang dimaksud qarinah lafdziyah adalah suatu kata yang menyertai nash. Sedangkan qarinah haliyah adalah keadaan/kondisi tertentu masyarakat arab pada saat turunnya nash tersebut.
c.      Jika tidak ada qarinah yang dapat menguatkan salah satu arti lafadz-lafadz tersebut, menurut golongan Hanafiyah harus dimauqufkan sampai adanya dalil yang dapat menguatkan salah satu artinya. Menurut golongan Malikiyah dan Syafi’iyah membolehkan menggunakan salah satu artinya.

C.    Sebab-Sebab Terjadinya Lafadz Musytarak
Sebab-sebab terjadinya lafadz musytarak dalam bahasa arab sangat banyak sekali, namun ulama’ ushul telah merumuskan sebab-sebab yang paling mempengaruhi antara lain sebagai berikut :
1.     Terjadinya perbedaan kabilah-kabilah arab di dalam menggunakan suatu kata untuk menunjukkan terhadap satu makna. Seperti perbedaan dalam pemakaian kata يد , dalam satu kabilah, kata ini digunakan menunjukkan arti “hasta secara sempurna” (كله ذراع). Satu kabilah untuk menunjukkan (الساعدوالكف). Sedangkan kabilah yang lain untuk menunjukkan khusus “telapak tangan”.
2.     Terjadinya makna yang berkisar/ keragu-raguaan (تردد)  antara makna hakiki dan majazy (kiasan atau perumpamaan).
3.     Terjadinya makna yang berkisaran/keragu-raguaan تردد)) antara makna hakiki dan makna istilah urf. Sehingga terjadi perubahan arti satu kata dari arti bahasa kedalam arti istilah, seperti kata-kata yang digunakan dalam istilah syara’. Seperti lafadz الصلاة yang dalam arti bahasa bermakna do’a, kemudian dalam istilah syara’ digunakan untuk menunjukkan ibadah tertentu yang telah kita ma’lumi.
Contoh:
Yang Artinya: “dan wanita-wanita yang diceraikan itu, hendaklah berdiam diri (iddah) 3 kali suci. (Al- Baqorah: 228)
Lafaz quru’ mempunyai dua arti yaitu datang bulan (haid) atau suci
D.    Macam-macam Qorinah Lafaz Musytarak
Selanjutnya qorinah yang digunakan dalam mentarjih salah satu makna dari lafaz musytarak dapat ditinjau dari empat segi antara lain sebagai berikut:
·       Qorinah yang ditinjau dari segi lafaz itu sendiri seperti: pentarjihan makna haid bagi lafaz musytarak sebab materi kata quru’ menunjukkan arti berkumpul dan berpindah, kemudian makna yang pertama diunggulkan untuk menunjukkan makna haid karena quru’ merupakan ungkapan bagi berkumpulnya darah dalam rahin, yaitu darah haid.

·       Qorinah yang ditinjau dari segi kata atau kalimat sebelumnya dengan kata lain qorinah yang mendahuli lafaz musytarak itu misalnya tsalasah sebelum kata quru’ dalam firman Allah swt tentang iddah wanita yang ditholaq suaminya. Kata tersebut adalah kata yang khusus yang berarti tiga, tidak lebih dan tidak kurang jika yang dimaksudkan dengan kata quru’ itu suci, maka konsekuwensinya ialah apabila seorang wanita diceraikan pada masa suci maka masa suci ini dihitung dalam iddahnya, dan iddah tersebut kurang dari tiga quru’, jika masa suci pertama tidak dimasukkan dalam hitungan iddah maka akan lebih dari tiga quru’.

Selanjutnya jika yang dimaksudkan dengan kata quru’ haid maka tidak akan terjadi kekurangan apabila seorang wanita ditholaq pada masa haid itu, karena masa haid ini tidak dihitung, ini terbukti bahwa iddah budak perempuan adalah dua haidnya padahal sebenarnya iddahnya adalah separuh dari iddah wanita yang merdeka. Mestinya iddahnya adalah satu setengah dari iddahnya.

·       Qorinah yang berupa dalil eksternal, yaitu dalil lain diluar nash itu misalnya kata quru’ yang dapat berarti haid dan dapat pula berarti suci. Dalam firman Allah swt yaitu:
228. “Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru” [142].
Quru' dapat diartikan Suci atau haidh.
Kemudian makna haid diunggulkan kandungan dalil lain yaitu sabda nabi saw: Yang Artinya :”thalaq budak perempuan dua kali thalaq dan iddahnya dua kali haid (H.R. Tirmidzi dan Abu Daud).
Dan sabda Nabi pada Fatimah binti Hubais Yang Artinya : tinggalkan sholat pada masa-masa quru’mu”.

Dalam eksternal lainnya yang mendukung makna haid dalam firman Allah swt dalam surat at- tholaq: 4:
Artinya:. Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid.
Tiga bulan dalam ayat di atas dijadikan dengan tiga quru’ bagi orang-orang yang telah memasuki menopause atau tidak haid sama sekali. Ini berarti penekanan iddah adalah pada haid hal ini terbukti melalui ayat itu tadi.



Oleh: Wulan Purnamasari

Daftar Pustaka
Khallaf Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqih,  Semarang; Dina Utama, 1996.

A. Hanafie A, Ushul Fiqih, Jakarta; Widjaya, 1959.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar