Minggu, 17 Januari 2016

MAKALAH Sejarah Peradaban Islam

BAB I
PENDAHULUAN
1.     Latar Belakang
Sejarah peradaban islam selalu menarik untuk dibahas, di mulai dari kebudayaannya, periodesasinya hingga islamisasi-islamisasi di berbagai daerah. Namun tidak semudah yang dibayangkan, terkadang penaklukan di daerah lain untuk tujuan islamisasi ternyata menghadapi berbagai tantangan, bahkan umat muslim menghadapi berbagai peperangan.
Dalam makalah ini, penulis akan menjelaskan secara singkat tentang islamisasi, periodesasi islam dan perjalanan islam dari awal hingga sekarang.
2.     Rumusan Masalah
1.     Apa yang dimaksud dengan kebudayaan,  peradaban, dan peradaban islam?
2.     Bagaimana periodesasi sejarah peradaban islam?
3.     Bagaimana awal mula terjadinya perubahan dari system khilafah ke kerajaan, serta sebutkan perbedaannya?
4.     Bagaimana awal mula islam masuk ke spanyol?
5.     Apa penyebab terjadinya perang salib dan dampak yang diakibatkannya untuk islam dan eropa?
6.     Apa perbedaan kemajuan islam pada masa klasik dan pada masa 3 kerajaan besar?
7.     Bagaimana islamisasi di Indonesia?

3.     Tujuan Masalah
1.     Mengetahui definisi kebudayaan,  peradaban, dan peradaban islam.
2.     Mengetahui periodesasi sejarah peradaban islam.
3.     Mengetahui awal mula terjadinya perubahan dari system khilafah ke kerajaan, serta sebutkan perbedaannya.
4.     Mengetahui awal mula islam masuk ke spanyol.
5.     Mengetahui penyebab terjadinya perang salib dan dampak yang diakibatkannya untuk islam dan eropa.
6.     Mengetahui perbedaan kemajuan islam pada masa klasik dan pada masa 3 kerajaan besar.
7.     Memahami islamisasi di Indonesia?

















BAB II
PEMBAHASAN
1.     Kebudayaan, Peradaban, dan Peradaban Islam
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Peradaban adalah memiliki berbagai arti dalam kaitannya dengan masyarakat manusia. Seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk pada suatu masyarakat yang "kompleks": dicirikan oleh praktik dalam pertanian, hasil karya dan pemukiman, berbanding dengan budaya lain, anggota-anggota sebuah peradaban akan disusun dalam beragam pembagian kerja yang rumit dalam struktur hirarki social
Peradaban islam adalah masyarakat yang kompleks dan terdapat struktur hierarki social, turun-temurun sesuai dengan periodesasi islam.
2.     Periodesasi Sejarah Peradaban Islam
2.1.      Periode Klasik
Periode klasik (650 M-1250 M) merupakan zaman kemajuan dan dibagi dalam dua fase, yaitu:
2.1.1    Fase Ekspansi, Integrasi dan Puncak kemajuan (650 M-1000 M).
Pada fase inilah dunia Islam meluas melalui Afrika Utara sampai ke Spanyol di Barat dan melalui Persia sampai ke India di Timur. Daerah-daerah tersebut tunduk kepada keluasaan khalifah yang pada mulanya berkedudukan di Madinah, kemudian di Damsyik dan terakhir di Baghdad. Di masa ini pulalah berkembang dan memuncaknya ilmu pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun non-agama, dan kebudayaan Islam.
Zaman inilah yang menghasilkan ulama-ulama besar seperti Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam Ibn Hambal dalam bidang hukum, Imam Asy’ari, Imam al-Maturidi, pemuka-pemuka Mu’tazilah seperti Wasil Ibn ‘Ata’, Abu al-Huzail, al-Nazzam dan al-Zubair dalam bidang teologi, zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami dan al-Hajjaj dalam mistisisme atau al-Tasawwuf, al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Miskawaih dalam filsafat, dan Ibn Hasyam, Ibn Hayyan, al-Khawarijmi, al-Mas’udi dan al-Razi dalam bidang ilmu pengetahuan
2.1.2    Fase Disintegrasi (1000 M-1250 M)
Di masa ini, keutuhan umat Islam dalam bidang politik mulai pecah, keuasaan khalifah menurun dan akhirnya Baghdad dapat dirampas dan dihancurka oleh Hulagu pada tahun 1258 M. Khalifah, sebagai lambang kesatuan politik umat Islam, hilang.
2.2       Periode Pertengahan (1250 M-1800 M)
Periode pertengahan ini juga dibgi oleh Prof. Dr. Harun Nasution ke dalam dua fase, yaitu fase kemunduran dan fase tiga kerajaan besar.
2.2.1    Fase Kemunduran (1250 M-1500 M)
Dalam fase ini, disentralisasi dan disintegrasi meningkat. Perbedam antara Sunni dan Syi’ah dan demikian juga antara Arab an Persia semakin nyata terlihat. Dunia Islam terbagi dua, yaitu bagian Arab dan bagian Persia.
Bagian Arab yang terdiri atas Arabia, Irak, Suria, Palestina Mesir dan Afrika Utara, dengan Mesir sebagai pusat,
Bagian Persia yang terdiri atas Balkan, Asia kecil, Persia dan Asia Tengah, dengan Iran Sebagai Pusat.
Kebudayaan Persia mengambil bntuk Internasional dan dengan demikan mendesak lapangan kebudayaan kebudayan Arab. Pendapat bahwa pintu ijtihad tertutup makin meluas di kalangan umat Islam. Demikian juga tarekat dengan pengaruh negatifnya, perhatian terhadap ilmu pengetahuan menjadi sangat kurang. Umat Islam di Spanyol dipaksa masuk Kristen atau keluar dari daerah trsebut.
2.2.2    Fase Tiga Kerajaan Besar (1500 M-1800 M)
Tiga kerajaan besar yang dimaksud dalam fase ini ialah Kerajaan Utsmani (Ottoman Empire) di Turki, Kerajaan Safawi di Persia dan Kerajaan Mughal di India.
Fase tiga kerajaan besar ini, oleh Prof. Dr. Harun Nasution dibagi kembali dalam dua periode lagi, yaitu dimulai dengan zaman kemajuan (1500 M-1700 M) dan zaman kemunduran (1700 M-1800 M).
Di masa kemajuan, ketiga kerajan besar ini mempunyai kejayaan masing-masing terutama dalam bentuk literatur dan arsitek. Mesjid-mesjid dan gedung-gedung indah yang didirikan di zaman ini masih dapat dilihat di Istambul, Tibriz, Isfahan serta kota-kota lian di Iran dan di Delhi. Kemajuan umat Islam di zaman ini lebih banyak merupakan kemajuan di periode klasik. Perhatian terhadap ilmu pengetahuan masih kurang sekali.
Di masa kemunduran, Kerajaan Utsmani terpukul oleh Eropa. Kerajaan Safawi dihancurkan oleh serangan-serangan suku bangsa Afghan, sedangkan daerah kekuasaan Kerajaan Mughal diperkecil oleh pukulan-pukulan raja-raja India. Kekuatan militer dan kekuatan politik umat Islam menurun. Umat Islam dalam keadaan mundur dan statis. Dalam pada itu, Eropda dengan kekayaan-kekayaannya yang diangkut dari Amerika dam Timur Jauh, bertambah kaya dan maju. Penetrasi Barat yang kekuatannya meningkat ke dunia Islam yang kekuatanya menurun, kian mendalam dan kian meluas. Akhirnya Napoleon pada ahun 1798 M menduduki Mesir, sebagai salah satu pusat Islam yang terpenting.
2.3       Periode Modern ( sejak 1800 M)
Periode modern ialah zama kebangkitan kembali umat Islam. Jatunya Mesir ke tangan Barat menyadarkan dunia Islam akan kelemahannya dan menyadarkan umat Islam bahwa Barat telah mempunyai peradaban baru yang lebih tnggi dan merpakn ancaman bagi Islam. Raja-raja dan pemuka-pemuka Islam mulai memikikan bagaimana meninkatkan mutu dan kekuatan umat Islam kembali. Pada periode modern inilah timbul ide-ide pembaharuan dalam Islam.

3.     Perubahan Sistem Khilafah ke Kerajaan
Masa peralihan dari khilafah ke kerajaan bermula dari kebijakan-kebijakan Usman, sewaktu beliau manjabat sebagai khlifah menggantikan umar bin khatab. Usman mulai menyelimpang dari kesepakatan yang telah di sepakati dengan khalifah umar, sebelum usman menjabat sebagai khalifah, yakni “tidak akan merrubah sistem kekhlifahan yang tidak mengangkat sanak sekarabat dalam jabatan-jabatan penting tanpa mempertimbangkan kemampuan orang lain”. Usman mulai mengangkat kerabat-kerabatnya dalam dudukan penting dalam pemerintahan, padahal di samping mereka terdapat banyak yang mempuntyai kemampuan lebih dari sanak kerabat usman. Oleh karena rasa kecewa umat yang tak terbendung, umat telah menempuh jalan pembangkangan dan perlawanan. Gerakan ini di pimpin oleh sekelompok orang dari Mesir, Kufah dan Basrah yang jumlahnya tidak lebih dari duaribu orang, telah memutuskan untuk datang bersamaan ke kota Madinah dengan membawa daftar berisi tuduhan-tuduhan yang akan di arahkan kepada Usman. Akhirnya kaum pemberontak yang kurang ajar ini menyerbu rumah Usman, membunuhnya secara zalim dan merampok isi rumahnya.
Dan untuk menutupi kertakan pada saat itu, maka dipilihlah ali sebagai khalifah yang baru. Akan tatapi timbul keretakan yang lebih besar yang menjadi sebab mendorong umat menempuh suatu tahapan lain menuju system kerajaan. Yakni penuntutan bela terhadap pembunuhan sayyidina Usman yang telah dilakukan oleh dua kelompok, yang pertama di pimpin oleh aisyah, thalhah dan zubair, dan yang kedua dipimpin oleh Mu’awiyah bin Abi Suhyan. Dan terjadilah perdebatan-perdebatan yang panjang hingga berimbas pada beberapa peperangan antara kelompok pembela usman dengan kelompok ali, yakni perang jamal dan perang sifin. Pada akhirnya ali tewas dan khalifah di gantikan oleh mu’awiyah(yang memenangkan peperangan) sistem khilafah di ubahnya menjadi suatu kerajaan
·       Perbedaan khilafah dan kerajaan
sebuah pemerintahan yang terdiri dari orang-orang islam tidak serta merta dapat disebut kekhalifahan islam selama pemerintahan itu tidak memiliki tabiat seperti mana pemerintahan semasa khulafaur rasyidin. Kekhalifahan islam adalah bentuk pemerintahan yang pondasinya adalah nilai-nilai luhur islam. Dan khulafaur rasyidin dapat dibilang wujud nilai-nilai islam dalam membentuk pemerintahan yang sudah di aplikasikan secara sempurna. Dasar pernyataan itu adalah pemahaman bahwa islam tidak mengenal kasta. Khulafaur rasyidin sama sekali tidak menunjukkan sifat-sifat pengkastaan dalam pemerintahannya. Hal itu tentu berbeda dengan seorang raja dalam kerajaan yang sarat akan sifat-sifat yang eksklusif dan memasang sekat antara raja dan keluarga raja dengan rakyat. Dari sana, grand conclusion yang dapat diambil adalah, bahwa dari perspektif aplikasi pelaksanaan pemerintahan islam atau dari sisi tabiatnya. Kekhalifahan sebenarnya sudah berkahir sejak masa khulafaur rasyidin. Sebab aplikasi yang dimaksud islam adalah aplikasi yang mereka (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali) terapkan. Sedangkan “kekhalifahan”setelah itu, seperti Umayyah, Abbasiyah, yazid dan Ottoman. Bukan lah kekhalifahan yang dimaksud Islam. Namun apabila konsep khalifah adalah pemerintahan yang dipimpin oleh orang islam. Maka Umayyah,Abbasiyah, yazid dan Ottoman dapat masuk kedalam definisi Khalifah. Walau itu adalah definisi dalam arti sempit dan tidak substansial.

4.     Awal Mula Islam Masuk Spanyol
Motivasi masuknya Islam ke Spanyol dilatarbelakangi oleh semangat da’wah di samping dipengaruhi oleh faktor materi yang secara universal berlaku waktu itu. Islam di Spanyol telah berjaya selama kurang lebih 700 tahun (711- 1609 M). Spanyol telah menjadi pusat peradaban Islam selain Bagdad dan Mesir. Selama kurun waktu tersebut kemajuan dan perkembangan peradaban Islam di Spanyol tidak hanya memiliki arti penting bagi perkembangan ilmu dan teknologi dalam lingkup peradaban dunia Islam, tapi juga telah tercatat mempunyai arti penting bagi perkembangan peradaban manusia pada umumnya.
Namun kemajuan dan perkembangan peradaban terutama di bidang filsafat, sains dan teknologi, ternyata tidak terbarengi dengan perkembangan kemajuan da’wah yang menanamkan substansi idiologis bagi penduduk setempat. Akibatnya Islam di Spanyol tidak melahirkan tokoh-tokoh putra daerah yang dapat meneruskan dan melestarikan Islam dalam aspek idiologis. Tokoh-tokoh ilmuwan yang muncul di Spanyol umumnya bukan penduduk setempat, mereka imigran dari Afrika atau daerah lain. Hubungan penguasa yang beragama Islam dengan penduduk setempat yang umumnya beragama Nasrani, masih terwarnai oleh hubungan “pendatang” dengan “pribumi”, atau “penjajah” dengan yang “dijajah” (umpama dengan munculnya istilah ibad atau muwalladun, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan golongan pribumi atau keturunan mereka). Keadaan lain yang nampak adalah tersimpannya rasa kebencian yang menimbulkan balas dendam dari penguasa setempat sebelum Islam datang, yang beragama Nasrani. Kondisi ini pada saatnya menimbulkan jiwa patriotisme dan kesadaran nasionalisse putra daerah untuk menggusur pendatang. Sedang konflik internal di lingkungan istana baik antara suku Arab, Barbar dan Sicilia atau di antara intern mereka, selalu nampak dalam memperebutkan kursi kekuasaan.
Kondisi di atas secara akumulatif sangat berpengaruh kepada semakin lemahnya wibawa dan kekuatan penguasa Islam, yang memberikan peluang bagi penguasa Kristen untuk mengambil alih kekuasaan di Spanyol. Pada akhirnya ambisi penguasa Kristen untuk mengusir orang Islam setelah berkuasa selama tujuh abad dari bumi Spanyol, menjadi kenyataan. Pilihan yang diberikan kepada orang Islam hanya satu, masuk Kristen atau meninggalkan Spanyol.
5.     Penyebab Terjadinya Perang Salib dan Dampak Yang Ditimbulkan
Perang Salib adalah serangkaian peperangan yang terjadi antara umat Kristen Eropa dengan Kaum Muslimin. Perang Salib ini merupakan konflik terbesar antara umat Islam yang tengah berkuasa di sebahagian Eropa, Afrika Utara dan Asia, melawan Kristen yang baru bangkit dan berusaha merebut kota Yerusalem.
Disebut Perang Salib, karena umat Kristen dalam perang tersebut memakai logo salib yang berwarna merah di dada mereka. Penggunaan logo salib ini, sedikit banyaknya diilhami oleh perintah dari Injil yang memerintahkan kepada umat Kristen untuk mengangkat salib. Perintah menggunakan Salib yang terbuat dari kain berwarna merah yang disulam pada jubah seragam pasukan Salib sebagai lambang bahwa Perang Salib semata-mata untuk mempertahankan eksistensi umat Kristen.
Disebut Perang Salib seakan-akan faktor agama merupakan faktor yang dominan, akan tetapi sebenarnya agama bukanlah faktor-satu-satunya faktor yang terpenting, sebab Perang Salib merupakan akumulasi beberapa faktor. Untuk memahami hal tersebut secara konprehensif, berikut ini penulis akan mengemukakan beberapa faktor yang dianggap pemicu terjadinya Perang Salib.
1. Faktor Agama
Pemerintahan Bani Saljuk yang wilayah kekuasaannya meliputi Yerusalem memperketat aturan ziarah bagi orang Kristen ke Bait al-Maqdis. Lalu lintas ziarah mereka terhambat. Kemerdekaan mereka untuk berziarah menjadi hilang. Oleh karena itu, mereka bergerak untuk merebut kembali kebebasan mereka dan menguasai Yerusalem yang dianggap sebagai holy land dari kekuasaan umat Islam.
Di samping itu, Perang Salib merupakan ekspedisi spektakuler sebagai akibat tidak langsung dari proses kebangkitan semangat religius yang melanda Eropa pada abad X-XI M.
Dengan demikian, Perang Salib merupakan salah satu upaya membela kepercayaan Kristen, meski tidak ditemukan dalam kitab suci mereka (Bible/Injil) suatu perintah sebagai justifikasi dan legitimasi pelaksanaan Perang Salib. Sehubungan dengan ini, W. M. Watt mengatakan:
Gagasan untuk menjalankan peperangan demi membela kepercayaan agama Kristen setidak-tidaknya dapat dilacak kembali sampai kaisar Konstantin. Walaupun tidak ditemukan dalam Perjanjian Baru atau sepanjang abad ketika orang Kristen masih merupakan kelompok minoritas yang terjepit, gagasan tersebut diklaim sebagai mempunyai presedennya dalam perjanjian lama. Pada abad kesembilan belas, kita menemukan bahwa Agobard (dari Leon) menafsirkan pengertian pemberian pedang oleh Paus kepada Sang Kaisar sebagai “Penaklukan atas bangsa-bangsa Barbar, supaya mereka memeluk kepercayaan (Kristen) dan memperluas batas-batas kerajaan orang-orang yang beriman”. Brun dari Querfurt, yang dipengaruhi oleh reformasi monastik abad kesepuluh, menyatakan bahwa tugas seorang raja Kristen dalam kaitannya dengan penyembah berhala adalah “mendorong mereka untuk masuk Kristen” dengan pedang.
Dengan demikian, Perang Salib diilhami oleh dua institusi Kristen, yaitu ziarah ke tempat suci dan perang suci (holy war). Ziarah ke Bait al-Maqdis untuk merebut kembali holy land sebagai tujuan jangka pendek, sedangkan di balik pelaksanaan holy war terkandung misi ekspansi Dunia Eropa ke Asia.
2. Faktor Politik
Menurut Philip K. Hitti, konflik Timur-Barat merupakan konflik yang panjang dalam sejarah. Antara Timur dan Barat telah beberapa kali terjadi kontak-konfrontatif, misalnya ketika terjadi perang antara Trujah dan Parsi pada zaman purba. Konflik tersebut berlangsung hingga zaman pertengahan dalam bentuk konflik dua peradaban Besar, bahkan hingga zaman modern ini yaitu konflik antara Barat dan Timur yang oleh sebahagaian pengamat dipandang sebagai representasi dari konflik Islam-Kristen.
Memasuki abad pertengahan, ketika umat Kristen melihat wilayah mereka terancam oleh ekspansi Islam, bahkan Konstantinopel terancam dari serangan Bani Saljuk, sebab wilayah di sekitar Asia kecil telah dikuasi oleh mereka. Dalam keadaan seperti ini imperium Bizantium menggalang dukungan segenap umat Kristen di daratan Eropa untuk mempertahankan imperiumnya.
Di samping itu, peristiwa kekalahan pasukan Armanus, Raja Romawi, dari pasukan Bani Saljuk di bahwa pimpinan Alp Arselan (355-465 H/1063-1072 M) yang mengakibatkan Manzikart jatuh ke tangan kaum muslimin (464 H/1071 M), menjadi suatu trauma politis yang harus segera dibalas. Dalam pada itu, muncul cita-cita di kalangan Kristen Eropa untuk mendirikan kerajaan al-Masih di seluruh wilayah Timur dan menjadikan Timur sebagai zona Kristen.
Di sisi lain, tradisi mengembara dan bakat kemiliteran suku Teutonia yang telah mengubah arah sejarah Eropa sejak penghancuran gereja Sepulchre (gereja tempat dikuburnya Yesus) yang dilakukan oleh Khalifah al-Hakim dari Fathimiyah (386-411 H/996-1020 M) pada tahun 1009. Jadi, dalam hal ini tampak adanya dendam politik dari pihak Kristen-Eropa terhadap Islam. Faktor Sosial-Ekonomi
Stratifikasi sosial masyrakat Eropa masyarakat terbagi ke dalam tiga kelas, yaitu kaum gereja, aristokrat dan rakyat jelata. Rakyat jelata merupakan kelompok mayoritas. Kehidupan mereka sangat hina dan tertindas. Oleh karena itu seruan mobilisasi oleh pihak gereja untuk berpartisipasi dalam perang suci dengan iming-iming akan mendapat kebebasan dan kesejahteraan yang lebih baik disambut secara spontan, dan jaminan spritual bahwa memerangi musuh adalah suatu hal yang terhormat dan mulia, mereka diampuni dosa-dosanya sehingga apabila mati dalam peperangan adalah ‘pahlawan agama, dan langsung masuk surga.
Kawasan Timur Tengah adalah kawasan yang sangat strategis prospektif bagi sentra perdagangan, sebab sejak dahulu merupakan lalu lintas perdagangan yang ramai. Oleh karena itu, menguasai wilayah tersebut akan sangat menguntungkan sebab akan dijadikan sebagai pintu gerbang pengembangan perdagangan ke wilayah-wilayah sekitarnya. Sejak abad X M, umat Islam menguasai jalur perdagangan di laut Tengah. Para pedagang Pisa, Venesia dan Genoa merasa terusik dengan kehadiran pasukan Islam sebagai penguasa jalur perdagangan tersebut. Hal tersebut menimbulkan keinginan untuk menguasai wilayah tersebut.
3. Ambisi pribadi Paus Gregory VII
Setelah jatuhnya Manzikert dan mengantisipasi ancaman dari Bani Saljuk, pihak kaisar Byzantium mengajukan permohonan kepada Paus Gregory VII dengan kesediaan menyatukan kembali gereja Yunani dengan gereja Latin yang tunduk di bawah kewenangan Paus. Oleh karena itu Paus berupaya mengkonsolidasikan kekuatan agar alam Masehi tunduk semua di bawah satu pemerintahan agama yang dipimpin oleh Paus. Untuk merealisasikan hal tersebut, maka diserukanlah peperangan guna menyapu-bersih umat Islam dari Palestina dan menundukkan gereja-gereja di Timur. Dari sini tampak bahwa Paus berkeinginan mempertahankan supremasinya sebagai pemegang kedaulatan umat Kristiani.
·       Dampak Perang Salib Bagi Dunia Islam dan Eropa
    Perang Salib yang berlangsung selama hampir dua abad (1095 – 1291) membawa dampak yang sangat berarti terutama bagi Eropa yang beradabtasi dengan peradaban Islam yang jauh lebih maju dari berbagai sisi. Perang Salib menghasilkan hubungan antara dua dunia yang sangat berlainan. Masyarakat Eropa yang lamban dan enggan terhadap perdagangan dan pendapatnya yang naïf terhadap dunia usaha. Masyarakat Eropa terkesan ortodok dan tradisional. Di sisi lain terdapat masyarakat Bizantium yang gemerlapan dengan vitalitas perkotaan, kebebasan berekonomi secara luas dengan tidak ada pencelaan dari ideologi tertentu dan dengan perdagangan yang maju.
    Prajurit perang Salib datang dari benteng-benteng yang sangat gersang dan mengira bahwa mereka akan berhadapan dengan Bangsa yang biadab dan Barbar yang lebih dari mereka, ternyata terperangah ketika sudah berhadapan langsung dengan dunia Timur yang lebih beradab, maju dengan peredaran uang yang cukup banyak sebagai pondasi perekonomian.
    Mereka sangat tertarik dengan peradaban serta budaya Islam yang jauh lebih maju. Bahasa Arab mulai mereka gunakan sebagai bahasa pergaulan sehari-hari. Tidak sedikit pula diantara mereka yag memeluk agama Islam dan kawin dengan penduduk asli. Hal inilah yang terjadi pada Richard the Lion Heart.
    Secara sederhana dampak Perang Salib dapat dijelaskan sebagaimana berikut: Pertama : Perang salib yang berlangsung antara Bangsa Timur dengan Barat menjadi penghubung bagi Bangsa Eropa khususnya untuk mengenali dunia Islam secara lebih dekat lagi. Ini memiliki arti yang cukup penting dalam kontak peradaban antara Bangsa Barat dengan peradaban Timur yang lebih maju dan terbuka. Kontak peradaban ini berdampak kepada pertukaran ide dan pemikiran kedua wilayah tersebut. Bangsa Barat melihat kemajuan ilmu pengetahuan dan tata kehidupan di Timur dan hal ini menjadi daya dorong yang cukup kuat bagi Bangsa Barat dalam pertumbuhan intelektual dan tata kehidupan Bangsa Barat di Eropa. Interaksi ini sangat besar andilnya dalam gerakan renaisance di Eropa.  Sehingga dapat dikatakan kemajuan Eropa adalah hasil transformasi peradaban dari Timur.
    Kedua : Pra Perang Salib masyarakat Eropa belum melakukan perdagangan ke Bangsa Timur, namun setelah Perang Salib interaksi perdaganganpun dilakukan. Sehingga pembauran peradaban pun tidak dapat dihindarkan terlebih lagi setelah Bangsa Barat mengenal tabiat serta kemajuan Bangsa Timur.  Perang Salib membawa perubahan yang cukup signifikan terhadap perkembangan ekonomi Bangsa Eropa. Kehidupan lama Bangsa Eropa yang berdasarkan ekonomi semata sudah berkembang dengan berdasarkan mata uang yang cukup kuat.  Dengan kata lain Perang Salib mempercepat proses transformasi perekonomian Eropa.
    Ketiga : Perang Salib sebagai sarana mengalirnya ilmu pengetahuan dari Timur ke Barat. Pasca penyerbuan yang berlangsung lebih dari 2 abad, para tentara Barat mulai menyesuaikan diri dengan kehidupan Bangsa Timur. Mereka melihat ketinggian peradaban dan budaya Islam dalam berbagai aspek kehidupan, yakni, makanan, pakaian, alat-alat rumah tangga, musik, alat-alat perang, obat-obatan, ilmu pengetahuan, perekonomian, irigasi, tanam-tanaman, sastra, ilmu militer, pertambangan, pemerintahan, pelayaran (navigasi) dan lain-lain. Tentara Salib (crusaders) membawa berbagai keilmuan ke negara mereka dengan kata lain terjadi transformasi budaya (culture) dan peradaban (civilazation) dari Timur ke Barat.
    Keempat : Bangsa Barat melakukan penyelidikan terhadap seni dan budaya (art and culture) serta pengetahuan (knowledge) dan berbagai penemuan ilmiyah yang ada di Timur. Hal ini meliputi sistem pertanian, sistem industri Timur yang sudah berkembang dan maju serta alat-alat teknologi yang dihasilkan Bangsa Timur seperti kompas kelautan, kincir angin dan lain-lain.  Setelah kembali ke negerinya Bangsa Eropa menyadari betapa pentingnya memasarkan produk-produk Timur yang lebih maju, mereka mendirikan sistem-sistem pemasaran produk Timur. Maka semakin pesatlah perkembangan perdagangan antara Timur dengan Barat.
    Kelima : Perang Salib yang meluluh-lantakkan infra dan suprastruktur terutama di negara-negara Timur berakibat tertanamnya rasa kebencian antara Timur dan Barat. Di benak Kristen Eropa diyakini sangat membenci warga Negara Timur baik yang beragama Kristen, Yahudi terutama terhadap   muslim.  Tentunya hal ini jika tidak disikapi dengan bijaksana akan menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja.
    Keenam pada awal kedatangan tentara Salib kondisi Umat Islam tidak bersatu, terbukti adanya tiga kerajaan besar yang bertikai yaitu: Dinasti Fatimiyah di Mesir, Daulah Abbasiyah di Baghdad yang dikendalikan orang-orang Saljuk dan Dinasti Muwahidun di Afrika, ditambah lagi dari tiga dinasti ini masing-masing internnyapun selalu bertikai, tentu hal ini memudahkan para tentara Salib menyerang Umat Islam yang tidak bersatu. Untuk itu hikmah yang perlu diambil adalah perlunya persatuan dan yang  yang dibangun dengan akidah benar berdasarkan Alquran.


6.     Perbedaan Kemajuan Masa Klasik dan Masa 3 Kerajaan Besar
Perbedaan kemajuan pada masa klasik dan masa 3 kerajaan besar adalah pada masa klasik islam dapat menaklukan beberapa tempat tidak hanya makkah dan madinah. Selain itu juga perkembangan ujtuhad yan melahirkan ilmu pengetahuan, dan melahirkan para ulama besar. Sedangkan pada masa 3 kerajaan besar kemajuan islam adalah saat pembukuan al-qur’an pada masa utsmani dan dapat membangun kerajaan-kerajaan besar.
7.     Islamisasi di Indonesia
Islam masuk ke Indonesia secara damai dan tanpa ada pergolakan apapun. Dengan cara yang demikian banyak masyarakat yang simpati dan menaruh perhati yang lebih terhadap agama Islam. Banyak sekali bentuk Islamisasi yang terjadi di Indonesia. Untuk itu kamu dapat membaca dan mempelajari keterangan di bawah ini.
1. Melalui perdagangan
Kesibukan lalu lintas perdagangan abad ke-7 M hingga ke-16 M menjadikan para pedagang muslim ikut berpartisipasi didalamnya. Penyebaran Islam melalui jalur perdagangan ini sangat menguntungkan, karena para raja dan bangsawan turut ambil bagian dalam proses ini. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan para mullah-mullah dari negerinya sehingga jumlahnya semakin bertambah banyak. Dan karenanya anak-anak muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya. Di beberapa daerah yang bupatinya dari kerajaan Majapahit banyak yang masuk Islam. Hal ini bukan hanya dilandasi faktor politik, tetapi juga karena hubungan dagang dengan kaum muslim.
2. Melalui pernikahan
Secara ekonomi status sosial para pedagang muslim lebih tinggi dibanding penduduk pribumi. Sehingga puteri-puteri pribumi tertarik untuk menjadi istri saudagar muslim tersebut. Sebelum dinikahkan, tentunya mereka harus masuk Islam terlebih dahulu. Dengan pernikahan ini keturunan semakin banyak dan lingkungan semakin luas. Jalur pernikahan lebih menguntungkan ketika anak saudagar muslim menikah dengan anak bangsawan atau anak raja. Sebagaimana yang terjadi antara Sunan Ampel dengan Nyai Manila.
3. Melalui tasawuf
Tasawuf mengajarkan akan kelembutan budi. Mereka mengajarkan ilmu tasawuf yang digabungkan dengan budaya yang sudah ada. Ajaran tasawuf yang dikembangkan berupa memanfaatkan kekuatan magis dan memiliki kemampuan menyembuhkan orang lain. Tentunya atas izin Allah swt.
4. Melalui pendidikan
Jalur ini dengan cara mendirikan pondok pesantren. Para penduduk pribumi dididik oleh para ulama’ dengan pendidikan yang kuat dan diberi bekal segala ilmu agama. Setelah dirasa cukup, mereka disuruh kembali ke daerahnya dan diharuskan menyebarkan ilmu yang telah didapatkan dipesantren.
5. Melalui kesenian
Yang paling terkenal adalah seni pertunjukan wayang. Dimana semua tokoh-tokoh Hindu dalam pewayangan diganti namanya dengan istilah Islam. Hal ini yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga. Selain itu juga bisa melalui seni kaligrafi, seni ukir dan seni bangunan.
6. Melalui politik
Saluran ini dengan cara mengislamkan rajanya terlebih dahulu. Kemudian baru rakyatnya mau memeluk agama Islam. Karena sabda raja adalah sabda Tuhan.







BAB III
KESIMPULAN
1.     Kebudayaan, peradaban, dan peradaban islam sangat berkaitan erat karena

Tidak ada komentar:

Posting Komentar