BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Sejarah peradaban islam selalu menarik untuk dibahas, di mulai dari
kebudayaannya, periodesasinya hingga islamisasi-islamisasi di berbagai daerah.
Namun tidak semudah yang dibayangkan, terkadang penaklukan di daerah lain untuk
tujuan islamisasi ternyata menghadapi berbagai tantangan, bahkan umat muslim
menghadapi berbagai peperangan.
Dalam makalah ini, penulis akan menjelaskan secara singkat tentang
islamisasi, periodesasi islam dan perjalanan islam dari awal hingga sekarang.
2.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang
dimaksud dengan kebudayaan, peradaban,
dan peradaban islam?
2.
Bagaimana
periodesasi sejarah peradaban islam?
3.
Bagaimana awal
mula terjadinya perubahan dari system khilafah ke kerajaan, serta sebutkan
perbedaannya?
4.
Bagaimana awal mula
islam masuk ke spanyol?
5.
Apa penyebab
terjadinya perang salib dan dampak yang diakibatkannya untuk islam dan eropa?
6.
Apa perbedaan
kemajuan islam pada masa klasik dan pada masa 3 kerajaan besar?
7.
Bagaimana
islamisasi di Indonesia?
3.
Tujuan Masalah
1.
Mengetahui
definisi kebudayaan, peradaban, dan
peradaban islam.
2.
Mengetahui
periodesasi sejarah peradaban islam.
3.
Mengetahui awal
mula terjadinya perubahan dari system khilafah ke kerajaan, serta sebutkan
perbedaannya.
4.
Mengetahui awal
mula islam masuk ke spanyol.
5.
Mengetahui
penyebab terjadinya perang salib dan dampak yang diakibatkannya untuk islam dan
eropa.
6.
Mengetahui
perbedaan kemajuan islam pada masa klasik dan pada masa 3 kerajaan besar.
7.
Memahami
islamisasi di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Kebudayaan,
Peradaban, dan Peradaban Islam
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat
itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun
dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai
superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan
pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan
struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala
pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah
sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian
mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan
dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan
oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda
yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,
organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk
membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Peradaban adalah memiliki berbagai arti dalam kaitannya dengan
masyarakat manusia. Seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk pada suatu
masyarakat yang "kompleks": dicirikan oleh praktik dalam pertanian,
hasil karya dan pemukiman, berbanding dengan budaya lain, anggota-anggota
sebuah peradaban akan disusun dalam beragam pembagian kerja yang rumit dalam
struktur hirarki social
Peradaban islam adalah masyarakat yang kompleks dan terdapat
struktur hierarki social, turun-temurun sesuai dengan periodesasi islam.
2.
Periodesasi
Sejarah Peradaban Islam
2.1. Periode Klasik
Periode klasik (650 M-1250 M) merupakan zaman kemajuan dan dibagi
dalam dua fase, yaitu:
2.1.1 Fase Ekspansi,
Integrasi dan Puncak kemajuan (650 M-1000 M).
Pada fase inilah dunia Islam meluas melalui Afrika Utara sampai ke
Spanyol di Barat dan melalui Persia sampai ke India di Timur. Daerah-daerah
tersebut tunduk kepada keluasaan khalifah yang pada mulanya berkedudukan di
Madinah, kemudian di Damsyik dan terakhir di Baghdad. Di masa ini pulalah
berkembang dan memuncaknya ilmu pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun
non-agama, dan kebudayaan Islam.
Zaman inilah yang menghasilkan ulama-ulama besar seperti Imam
Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam Ibn Hambal dalam bidang hukum,
Imam Asy’ari, Imam al-Maturidi, pemuka-pemuka Mu’tazilah seperti Wasil Ibn
‘Ata’, Abu al-Huzail, al-Nazzam dan al-Zubair dalam bidang teologi, zunnun
al-Misri, Abu Yazid al-Bustami dan al-Hajjaj dalam mistisisme atau al-Tasawwuf,
al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Miskawaih dalam filsafat, dan Ibn Hasyam,
Ibn Hayyan, al-Khawarijmi, al-Mas’udi dan al-Razi dalam bidang ilmu pengetahuan
2.1.2 Fase Disintegrasi
(1000 M-1250 M)
Di masa ini, keutuhan umat Islam dalam bidang politik mulai pecah,
keuasaan khalifah menurun dan akhirnya Baghdad dapat dirampas dan dihancurka
oleh Hulagu pada tahun 1258 M. Khalifah, sebagai lambang kesatuan politik umat
Islam, hilang.
2.2 Periode Pertengahan
(1250 M-1800 M)
Periode pertengahan ini juga dibgi oleh Prof. Dr. Harun Nasution ke
dalam dua fase, yaitu fase kemunduran dan fase tiga kerajaan besar.
2.2.1 Fase Kemunduran (1250
M-1500 M)
Dalam fase ini, disentralisasi dan disintegrasi meningkat. Perbedam
antara Sunni dan Syi’ah dan demikian juga antara Arab an Persia semakin nyata
terlihat. Dunia Islam terbagi dua, yaitu bagian Arab dan bagian Persia.
Bagian Arab yang terdiri atas Arabia, Irak, Suria, Palestina Mesir
dan Afrika Utara, dengan Mesir sebagai pusat,
Bagian Persia yang terdiri atas Balkan, Asia kecil, Persia dan Asia
Tengah, dengan Iran Sebagai Pusat.
Kebudayaan Persia mengambil bntuk Internasional dan dengan demikan
mendesak lapangan kebudayaan kebudayan Arab. Pendapat bahwa pintu ijtihad
tertutup makin meluas di kalangan umat Islam. Demikian juga tarekat dengan
pengaruh negatifnya, perhatian terhadap ilmu pengetahuan menjadi sangat kurang.
Umat Islam di Spanyol dipaksa masuk Kristen atau keluar dari daerah trsebut.
2.2.2 Fase Tiga Kerajaan
Besar (1500 M-1800 M)
Tiga kerajaan besar yang dimaksud dalam fase ini ialah Kerajaan
Utsmani (Ottoman Empire) di Turki, Kerajaan Safawi di Persia dan Kerajaan
Mughal di India.
Fase tiga kerajaan besar ini, oleh Prof. Dr. Harun Nasution dibagi
kembali dalam dua periode lagi, yaitu dimulai dengan zaman kemajuan (1500
M-1700 M) dan zaman kemunduran (1700 M-1800 M).
Di masa kemajuan, ketiga kerajan besar ini mempunyai kejayaan
masing-masing terutama dalam bentuk literatur dan arsitek. Mesjid-mesjid dan
gedung-gedung indah yang didirikan di zaman ini masih dapat dilihat di
Istambul, Tibriz, Isfahan serta kota-kota lian di Iran dan di Delhi. Kemajuan
umat Islam di zaman ini lebih banyak merupakan kemajuan di periode klasik.
Perhatian terhadap ilmu pengetahuan masih kurang sekali.
Di masa kemunduran, Kerajaan Utsmani terpukul oleh Eropa. Kerajaan
Safawi dihancurkan oleh serangan-serangan suku bangsa Afghan, sedangkan daerah
kekuasaan Kerajaan Mughal diperkecil oleh pukulan-pukulan raja-raja India.
Kekuatan militer dan kekuatan politik umat Islam menurun. Umat Islam dalam
keadaan mundur dan statis. Dalam pada itu, Eropda dengan kekayaan-kekayaannya
yang diangkut dari Amerika dam Timur Jauh, bertambah kaya dan maju. Penetrasi
Barat yang kekuatannya meningkat ke dunia Islam yang kekuatanya menurun, kian
mendalam dan kian meluas. Akhirnya Napoleon pada ahun 1798 M menduduki Mesir,
sebagai salah satu pusat Islam yang terpenting.
2.3 Periode Modern (
sejak 1800 M)
Periode modern ialah zama kebangkitan kembali umat Islam. Jatunya
Mesir ke tangan Barat menyadarkan dunia Islam akan kelemahannya dan menyadarkan
umat Islam bahwa Barat telah mempunyai peradaban baru yang lebih tnggi dan
merpakn ancaman bagi Islam. Raja-raja dan pemuka-pemuka Islam mulai memikikan
bagaimana meninkatkan mutu dan kekuatan umat Islam kembali. Pada periode modern
inilah timbul ide-ide pembaharuan dalam Islam.
3.
Perubahan
Sistem Khilafah ke Kerajaan
Masa peralihan dari khilafah ke kerajaan bermula dari
kebijakan-kebijakan Usman, sewaktu beliau manjabat sebagai khlifah menggantikan
umar bin khatab. Usman mulai menyelimpang dari kesepakatan yang telah di
sepakati dengan khalifah umar, sebelum usman menjabat sebagai khalifah, yakni
“tidak akan merrubah sistem kekhlifahan yang tidak mengangkat sanak sekarabat
dalam jabatan-jabatan penting tanpa mempertimbangkan kemampuan orang lain”.
Usman mulai mengangkat kerabat-kerabatnya dalam dudukan penting dalam
pemerintahan, padahal di samping mereka terdapat banyak yang mempuntyai
kemampuan lebih dari sanak kerabat usman. Oleh karena rasa kecewa umat yang tak
terbendung, umat telah menempuh jalan pembangkangan dan perlawanan. Gerakan ini
di pimpin oleh sekelompok orang dari Mesir, Kufah dan Basrah yang jumlahnya
tidak lebih dari duaribu orang, telah memutuskan untuk datang bersamaan ke kota
Madinah dengan membawa daftar berisi tuduhan-tuduhan yang akan di arahkan
kepada Usman. Akhirnya kaum pemberontak yang kurang ajar ini menyerbu rumah
Usman, membunuhnya secara zalim dan merampok isi rumahnya.
Dan untuk menutupi kertakan pada saat itu, maka dipilihlah ali
sebagai khalifah yang baru. Akan tatapi timbul keretakan yang lebih besar yang
menjadi sebab mendorong umat menempuh suatu tahapan lain menuju system
kerajaan. Yakni penuntutan bela terhadap pembunuhan sayyidina Usman yang telah
dilakukan oleh dua kelompok, yang pertama di pimpin oleh aisyah, thalhah dan
zubair, dan yang kedua dipimpin oleh Mu’awiyah bin Abi Suhyan. Dan terjadilah
perdebatan-perdebatan yang panjang hingga berimbas pada beberapa peperangan
antara kelompok pembela usman dengan kelompok ali, yakni perang jamal dan
perang sifin. Pada akhirnya ali tewas dan khalifah di gantikan oleh
mu’awiyah(yang memenangkan peperangan) sistem khilafah di ubahnya menjadi suatu
kerajaan
·
Perbedaan khilafah
dan kerajaan
sebuah pemerintahan yang terdiri dari orang-orang islam tidak serta
merta dapat disebut kekhalifahan islam selama pemerintahan itu tidak memiliki
tabiat seperti mana pemerintahan semasa khulafaur rasyidin. Kekhalifahan islam
adalah bentuk pemerintahan yang pondasinya adalah nilai-nilai luhur islam. Dan
khulafaur rasyidin dapat dibilang wujud nilai-nilai islam dalam membentuk
pemerintahan yang sudah di aplikasikan secara sempurna. Dasar pernyataan itu
adalah pemahaman bahwa islam tidak mengenal kasta. Khulafaur rasyidin sama
sekali tidak menunjukkan sifat-sifat pengkastaan dalam pemerintahannya. Hal itu
tentu berbeda dengan seorang raja dalam kerajaan yang sarat akan sifat-sifat
yang eksklusif dan memasang sekat antara raja dan keluarga raja dengan rakyat.
Dari sana, grand conclusion yang dapat diambil adalah, bahwa dari perspektif
aplikasi pelaksanaan pemerintahan islam atau dari sisi tabiatnya. Kekhalifahan
sebenarnya sudah berkahir sejak masa khulafaur rasyidin. Sebab aplikasi yang dimaksud
islam adalah aplikasi yang mereka (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali) terapkan.
Sedangkan “kekhalifahan”setelah itu, seperti Umayyah, Abbasiyah, yazid dan
Ottoman. Bukan lah kekhalifahan yang dimaksud Islam. Namun apabila konsep
khalifah adalah pemerintahan yang dipimpin oleh orang islam. Maka
Umayyah,Abbasiyah, yazid dan Ottoman dapat masuk kedalam definisi Khalifah.
Walau itu adalah definisi dalam arti sempit dan tidak substansial.
4.
Awal Mula Islam
Masuk Spanyol
Motivasi masuknya Islam ke Spanyol dilatarbelakangi oleh semangat
da’wah di samping dipengaruhi oleh faktor materi yang secara universal berlaku
waktu itu. Islam di Spanyol telah berjaya selama kurang lebih 700 tahun (711-
1609 M). Spanyol telah menjadi pusat peradaban Islam selain Bagdad dan Mesir.
Selama kurun waktu tersebut kemajuan dan perkembangan peradaban Islam di
Spanyol tidak hanya memiliki arti penting bagi perkembangan ilmu dan teknologi
dalam lingkup peradaban dunia Islam, tapi juga telah tercatat mempunyai arti
penting bagi perkembangan peradaban manusia pada umumnya.
Namun kemajuan dan perkembangan peradaban terutama di bidang
filsafat, sains dan teknologi, ternyata tidak terbarengi dengan perkembangan
kemajuan da’wah yang menanamkan substansi idiologis bagi penduduk setempat. Akibatnya
Islam di Spanyol tidak melahirkan tokoh-tokoh putra daerah yang dapat
meneruskan dan melestarikan Islam dalam aspek idiologis. Tokoh-tokoh ilmuwan
yang muncul di Spanyol umumnya bukan penduduk setempat, mereka imigran dari
Afrika atau daerah lain. Hubungan penguasa yang beragama Islam dengan penduduk
setempat yang umumnya beragama Nasrani, masih terwarnai oleh hubungan
“pendatang” dengan “pribumi”, atau “penjajah” dengan yang “dijajah” (umpama
dengan munculnya istilah ibad atau muwalladun, suatu ungkapan yang dinilai
merendahkan golongan pribumi atau keturunan mereka). Keadaan lain yang nampak
adalah tersimpannya rasa kebencian yang menimbulkan balas dendam dari penguasa
setempat sebelum Islam datang, yang beragama Nasrani. Kondisi ini pada saatnya
menimbulkan jiwa patriotisme dan kesadaran nasionalisse putra daerah untuk
menggusur pendatang. Sedang konflik internal di lingkungan istana baik antara
suku Arab, Barbar dan Sicilia atau di antara intern mereka, selalu nampak dalam
memperebutkan kursi kekuasaan.
Kondisi di atas secara akumulatif sangat berpengaruh kepada semakin
lemahnya wibawa dan kekuatan penguasa Islam, yang memberikan peluang bagi
penguasa Kristen untuk mengambil alih kekuasaan di Spanyol. Pada akhirnya
ambisi penguasa Kristen untuk mengusir orang Islam setelah berkuasa selama
tujuh abad dari bumi Spanyol, menjadi kenyataan. Pilihan yang diberikan kepada
orang Islam hanya satu, masuk Kristen atau meninggalkan Spanyol.
5.
Penyebab
Terjadinya Perang Salib dan Dampak Yang Ditimbulkan
Perang Salib adalah serangkaian peperangan yang terjadi antara umat
Kristen Eropa dengan Kaum Muslimin. Perang Salib ini merupakan konflik terbesar
antara umat Islam yang tengah berkuasa di sebahagian Eropa, Afrika Utara dan
Asia, melawan Kristen yang baru bangkit dan berusaha merebut kota Yerusalem.
Disebut Perang Salib, karena umat Kristen dalam perang tersebut
memakai logo salib yang berwarna merah di dada mereka. Penggunaan logo salib
ini, sedikit banyaknya diilhami oleh perintah dari Injil yang memerintahkan kepada
umat Kristen untuk mengangkat salib. Perintah menggunakan Salib yang terbuat
dari kain berwarna merah yang disulam pada jubah seragam pasukan Salib sebagai
lambang bahwa Perang Salib semata-mata untuk mempertahankan eksistensi umat
Kristen.
Disebut Perang Salib seakan-akan faktor agama merupakan faktor yang
dominan, akan tetapi sebenarnya agama bukanlah faktor-satu-satunya faktor yang
terpenting, sebab Perang Salib merupakan akumulasi beberapa faktor. Untuk
memahami hal tersebut secara konprehensif, berikut ini penulis akan
mengemukakan beberapa faktor yang dianggap pemicu terjadinya Perang Salib.
1. Faktor Agama
Pemerintahan Bani Saljuk yang wilayah kekuasaannya meliputi
Yerusalem memperketat aturan ziarah bagi orang Kristen ke Bait al-Maqdis. Lalu
lintas ziarah mereka terhambat. Kemerdekaan mereka untuk berziarah menjadi
hilang. Oleh karena itu, mereka bergerak untuk merebut kembali kebebasan mereka
dan menguasai Yerusalem yang dianggap sebagai holy land dari kekuasaan umat
Islam.
Di samping itu, Perang Salib merupakan ekspedisi spektakuler
sebagai akibat tidak langsung dari proses kebangkitan semangat religius yang
melanda Eropa pada abad X-XI M.
Dengan demikian, Perang Salib merupakan salah satu upaya membela
kepercayaan Kristen, meski tidak ditemukan dalam kitab suci mereka
(Bible/Injil) suatu perintah sebagai justifikasi dan legitimasi pelaksanaan
Perang Salib. Sehubungan dengan ini, W. M. Watt mengatakan:
Gagasan untuk menjalankan peperangan demi membela kepercayaan agama
Kristen setidak-tidaknya dapat dilacak kembali sampai kaisar Konstantin.
Walaupun tidak ditemukan dalam Perjanjian Baru atau sepanjang abad ketika orang
Kristen masih merupakan kelompok minoritas yang terjepit, gagasan tersebut
diklaim sebagai mempunyai presedennya dalam perjanjian lama. Pada abad
kesembilan belas, kita menemukan bahwa Agobard (dari Leon) menafsirkan
pengertian pemberian pedang oleh Paus kepada Sang Kaisar sebagai “Penaklukan
atas bangsa-bangsa Barbar, supaya mereka memeluk kepercayaan (Kristen) dan
memperluas batas-batas kerajaan orang-orang yang beriman”. Brun dari Querfurt,
yang dipengaruhi oleh reformasi monastik abad kesepuluh, menyatakan bahwa tugas
seorang raja Kristen dalam kaitannya dengan penyembah berhala adalah “mendorong
mereka untuk masuk Kristen” dengan pedang.
Dengan demikian, Perang Salib diilhami oleh dua institusi Kristen,
yaitu ziarah ke tempat suci dan perang suci (holy war). Ziarah ke Bait
al-Maqdis untuk merebut kembali holy land sebagai tujuan jangka pendek,
sedangkan di balik pelaksanaan holy war terkandung misi ekspansi Dunia Eropa ke
Asia.
2. Faktor Politik
Menurut Philip K. Hitti, konflik Timur-Barat merupakan konflik yang
panjang dalam sejarah. Antara Timur dan Barat telah beberapa kali terjadi
kontak-konfrontatif, misalnya ketika terjadi perang antara Trujah dan Parsi
pada zaman purba. Konflik tersebut berlangsung hingga zaman pertengahan dalam
bentuk konflik dua peradaban Besar, bahkan hingga zaman modern ini yaitu
konflik antara Barat dan Timur yang oleh sebahagaian pengamat dipandang sebagai
representasi dari konflik Islam-Kristen.
Memasuki abad pertengahan, ketika umat Kristen melihat wilayah
mereka terancam oleh ekspansi Islam, bahkan Konstantinopel terancam dari
serangan Bani Saljuk, sebab wilayah di sekitar Asia kecil telah dikuasi oleh
mereka. Dalam keadaan seperti ini imperium Bizantium menggalang dukungan
segenap umat Kristen di daratan Eropa untuk mempertahankan imperiumnya.
Di samping itu, peristiwa kekalahan pasukan Armanus, Raja Romawi,
dari pasukan Bani Saljuk di bahwa pimpinan Alp Arselan (355-465 H/1063-1072 M)
yang mengakibatkan Manzikart jatuh ke tangan kaum muslimin (464 H/1071 M),
menjadi suatu trauma politis yang harus segera dibalas. Dalam pada itu, muncul
cita-cita di kalangan Kristen Eropa untuk mendirikan kerajaan al-Masih di
seluruh wilayah Timur dan menjadikan Timur sebagai zona Kristen.
Di sisi lain, tradisi mengembara dan bakat kemiliteran suku
Teutonia yang telah mengubah arah sejarah Eropa sejak penghancuran gereja
Sepulchre (gereja tempat dikuburnya Yesus) yang dilakukan oleh Khalifah
al-Hakim dari Fathimiyah (386-411 H/996-1020 M) pada tahun 1009. Jadi, dalam
hal ini tampak adanya dendam politik dari pihak Kristen-Eropa terhadap Islam.
Faktor Sosial-Ekonomi
Stratifikasi sosial masyrakat Eropa masyarakat terbagi ke dalam
tiga kelas, yaitu kaum gereja, aristokrat dan rakyat jelata. Rakyat jelata
merupakan kelompok mayoritas. Kehidupan mereka sangat hina dan tertindas. Oleh
karena itu seruan mobilisasi oleh pihak gereja untuk berpartisipasi dalam
perang suci dengan iming-iming akan mendapat kebebasan dan kesejahteraan yang
lebih baik disambut secara spontan, dan jaminan spritual bahwa memerangi musuh
adalah suatu hal yang terhormat dan mulia, mereka diampuni dosa-dosanya
sehingga apabila mati dalam peperangan adalah ‘pahlawan agama, dan langsung
masuk surga.
Kawasan Timur Tengah adalah kawasan yang sangat strategis
prospektif bagi sentra perdagangan, sebab sejak dahulu merupakan lalu lintas
perdagangan yang ramai. Oleh karena itu, menguasai wilayah tersebut akan sangat
menguntungkan sebab akan dijadikan sebagai pintu gerbang pengembangan
perdagangan ke wilayah-wilayah sekitarnya. Sejak abad X M, umat Islam menguasai
jalur perdagangan di laut Tengah. Para pedagang Pisa, Venesia dan Genoa merasa
terusik dengan kehadiran pasukan Islam sebagai penguasa jalur perdagangan
tersebut. Hal tersebut menimbulkan keinginan untuk menguasai wilayah tersebut.
3. Ambisi pribadi Paus Gregory VII
Setelah jatuhnya Manzikert dan mengantisipasi ancaman dari Bani
Saljuk, pihak kaisar Byzantium mengajukan permohonan kepada Paus Gregory VII
dengan kesediaan menyatukan kembali gereja Yunani dengan gereja Latin yang
tunduk di bawah kewenangan Paus. Oleh karena itu Paus berupaya
mengkonsolidasikan kekuatan agar alam Masehi tunduk semua di bawah satu
pemerintahan agama yang dipimpin oleh Paus. Untuk merealisasikan hal tersebut,
maka diserukanlah peperangan guna menyapu-bersih umat Islam dari Palestina dan
menundukkan gereja-gereja di Timur. Dari sini tampak bahwa Paus berkeinginan
mempertahankan supremasinya sebagai pemegang kedaulatan umat Kristiani.
·
Dampak Perang
Salib Bagi Dunia Islam dan Eropa
Perang Salib yang
berlangsung selama hampir dua abad (1095 – 1291) membawa dampak yang sangat
berarti terutama bagi Eropa yang beradabtasi dengan peradaban Islam yang jauh
lebih maju dari berbagai sisi. Perang Salib menghasilkan hubungan antara dua
dunia yang sangat berlainan. Masyarakat Eropa yang lamban dan enggan terhadap
perdagangan dan pendapatnya yang naïf terhadap dunia usaha. Masyarakat Eropa
terkesan ortodok dan tradisional. Di sisi lain terdapat masyarakat Bizantium
yang gemerlapan dengan vitalitas perkotaan, kebebasan berekonomi secara luas
dengan tidak ada pencelaan dari ideologi tertentu dan dengan perdagangan yang
maju.
Prajurit perang Salib datang dari
benteng-benteng yang sangat gersang dan mengira bahwa mereka akan berhadapan
dengan Bangsa yang biadab dan Barbar yang lebih dari mereka, ternyata
terperangah ketika sudah berhadapan langsung dengan dunia Timur yang lebih
beradab, maju dengan peredaran uang yang cukup banyak sebagai pondasi
perekonomian.
Mereka sangat tertarik
dengan peradaban serta budaya Islam yang jauh lebih maju. Bahasa Arab mulai
mereka gunakan sebagai bahasa pergaulan sehari-hari. Tidak sedikit pula
diantara mereka yag memeluk agama Islam dan kawin dengan penduduk asli. Hal
inilah yang terjadi pada Richard the Lion Heart.
Secara sederhana dampak
Perang Salib dapat dijelaskan sebagaimana berikut: Pertama : Perang salib yang
berlangsung antara Bangsa Timur dengan Barat menjadi penghubung bagi Bangsa
Eropa khususnya untuk mengenali dunia Islam secara lebih dekat lagi. Ini
memiliki arti yang cukup penting dalam kontak peradaban antara Bangsa Barat
dengan peradaban Timur yang lebih maju dan terbuka. Kontak peradaban ini
berdampak kepada pertukaran ide dan pemikiran kedua wilayah tersebut. Bangsa
Barat melihat kemajuan ilmu pengetahuan dan tata kehidupan di Timur dan hal ini
menjadi daya dorong yang cukup kuat bagi Bangsa Barat dalam pertumbuhan intelektual
dan tata kehidupan Bangsa Barat di Eropa. Interaksi ini sangat besar andilnya
dalam gerakan renaisance di Eropa.
Sehingga dapat dikatakan kemajuan Eropa adalah hasil transformasi
peradaban dari Timur.
Kedua : Pra Perang Salib
masyarakat Eropa belum melakukan perdagangan ke Bangsa Timur, namun setelah
Perang Salib interaksi perdaganganpun dilakukan. Sehingga pembauran peradaban
pun tidak dapat dihindarkan terlebih lagi setelah Bangsa Barat mengenal tabiat
serta kemajuan Bangsa Timur. Perang Salib
membawa perubahan yang cukup signifikan terhadap perkembangan ekonomi Bangsa
Eropa. Kehidupan lama Bangsa Eropa yang berdasarkan ekonomi semata sudah
berkembang dengan berdasarkan mata uang yang cukup kuat. Dengan kata lain Perang Salib mempercepat proses
transformasi perekonomian Eropa.
Ketiga : Perang Salib
sebagai sarana mengalirnya ilmu pengetahuan dari Timur ke Barat. Pasca
penyerbuan yang berlangsung lebih dari 2 abad, para tentara Barat mulai
menyesuaikan diri dengan kehidupan Bangsa Timur. Mereka melihat ketinggian
peradaban dan budaya Islam dalam berbagai aspek kehidupan, yakni, makanan,
pakaian, alat-alat rumah tangga, musik, alat-alat perang, obat-obatan, ilmu
pengetahuan, perekonomian, irigasi, tanam-tanaman, sastra, ilmu militer, pertambangan,
pemerintahan, pelayaran (navigasi) dan lain-lain. Tentara Salib (crusaders)
membawa berbagai keilmuan ke negara mereka dengan kata lain terjadi
transformasi budaya (culture) dan peradaban (civilazation) dari Timur ke Barat.
Keempat : Bangsa Barat
melakukan penyelidikan terhadap seni dan budaya (art and culture) serta
pengetahuan (knowledge) dan berbagai penemuan ilmiyah yang ada di Timur. Hal
ini meliputi sistem pertanian, sistem industri Timur yang sudah berkembang dan
maju serta alat-alat teknologi yang dihasilkan Bangsa Timur seperti kompas
kelautan, kincir angin dan lain-lain.
Setelah kembali ke negerinya Bangsa Eropa menyadari betapa pentingnya
memasarkan produk-produk Timur yang lebih maju, mereka mendirikan sistem-sistem
pemasaran produk Timur. Maka semakin pesatlah perkembangan perdagangan antara
Timur dengan Barat.
Kelima : Perang Salib
yang meluluh-lantakkan infra dan suprastruktur terutama di negara-negara Timur
berakibat tertanamnya rasa kebencian antara Timur dan Barat. Di benak Kristen
Eropa diyakini sangat membenci warga Negara Timur baik yang beragama Kristen,
Yahudi terutama terhadap muslim. Tentunya hal ini jika tidak disikapi dengan
bijaksana akan menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja.
Keenam pada awal kedatangan
tentara Salib kondisi Umat Islam tidak bersatu, terbukti adanya tiga kerajaan
besar yang bertikai yaitu: Dinasti Fatimiyah di Mesir, Daulah Abbasiyah di
Baghdad yang dikendalikan orang-orang Saljuk dan Dinasti Muwahidun di Afrika,
ditambah lagi dari tiga dinasti ini masing-masing internnyapun selalu bertikai,
tentu hal ini memudahkan para tentara Salib menyerang Umat Islam yang tidak
bersatu. Untuk itu hikmah yang perlu diambil adalah perlunya persatuan dan
yang yang dibangun dengan akidah benar
berdasarkan Alquran.
6.
Perbedaan
Kemajuan Masa Klasik dan Masa 3 Kerajaan Besar
Perbedaan kemajuan pada masa klasik dan masa 3 kerajaan besar
adalah pada masa klasik islam dapat menaklukan beberapa tempat tidak hanya
makkah dan madinah. Selain itu juga perkembangan ujtuhad yan melahirkan ilmu
pengetahuan, dan melahirkan para ulama besar. Sedangkan pada masa 3 kerajaan
besar kemajuan islam adalah saat pembukuan al-qur’an pada masa utsmani dan
dapat membangun kerajaan-kerajaan besar.
7.
Islamisasi di
Indonesia
Islam masuk ke Indonesia secara damai dan tanpa ada pergolakan
apapun. Dengan cara yang demikian banyak masyarakat yang simpati dan menaruh
perhati yang lebih terhadap agama Islam. Banyak sekali bentuk Islamisasi yang
terjadi di Indonesia. Untuk itu kamu dapat membaca dan mempelajari keterangan
di bawah ini.
1. Melalui perdagangan
Kesibukan lalu lintas perdagangan abad ke-7 M hingga ke-16 M
menjadikan para pedagang muslim ikut berpartisipasi didalamnya. Penyebaran
Islam melalui jalur perdagangan ini sangat menguntungkan, karena para raja dan
bangsawan turut ambil bagian dalam proses ini. Mereka berhasil mendirikan
masjid-masjid dan mendatangkan para mullah-mullah dari negerinya sehingga
jumlahnya semakin bertambah banyak. Dan karenanya anak-anak muslim itu menjadi
orang Jawa dan kaya. Di beberapa daerah yang bupatinya dari kerajaan Majapahit
banyak yang masuk Islam. Hal ini bukan hanya dilandasi faktor politik, tetapi
juga karena hubungan dagang dengan kaum muslim.
2. Melalui pernikahan
Secara ekonomi status sosial para pedagang muslim lebih tinggi
dibanding penduduk pribumi. Sehingga puteri-puteri pribumi tertarik untuk
menjadi istri saudagar muslim tersebut. Sebelum dinikahkan, tentunya mereka
harus masuk Islam terlebih dahulu. Dengan pernikahan ini keturunan semakin
banyak dan lingkungan semakin luas. Jalur pernikahan lebih menguntungkan ketika
anak saudagar muslim menikah dengan anak bangsawan atau anak raja. Sebagaimana
yang terjadi antara Sunan Ampel dengan Nyai Manila.
3. Melalui tasawuf
Tasawuf mengajarkan akan kelembutan budi. Mereka mengajarkan ilmu
tasawuf yang digabungkan dengan budaya yang sudah ada. Ajaran tasawuf yang
dikembangkan berupa memanfaatkan kekuatan magis dan memiliki kemampuan
menyembuhkan orang lain. Tentunya atas izin Allah swt.
4. Melalui pendidikan
Jalur ini dengan cara mendirikan pondok pesantren. Para penduduk pribumi
dididik oleh para ulama’ dengan pendidikan yang kuat dan diberi bekal segala
ilmu agama. Setelah dirasa cukup, mereka disuruh kembali ke daerahnya dan
diharuskan menyebarkan ilmu yang telah didapatkan dipesantren.
5. Melalui kesenian
Yang paling terkenal adalah seni pertunjukan wayang. Dimana semua
tokoh-tokoh Hindu dalam pewayangan diganti namanya dengan istilah Islam. Hal
ini yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga. Selain itu juga bisa melalui seni
kaligrafi, seni ukir dan seni bangunan.
6. Melalui politik
Saluran ini dengan cara mengislamkan rajanya terlebih dahulu.
Kemudian baru rakyatnya mau memeluk agama Islam. Karena sabda raja adalah sabda
Tuhan.
BAB III
KESIMPULAN
1.
Kebudayaan,
peradaban, dan peradaban islam sangat berkaitan erat karena
Tidak ada komentar:
Posting Komentar