A.pengetian penafsiran hukum
Penafsiran
hukum adalah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-daalil yang tercantum
dalam undang-undang sesuai dengan yang di kehendaki serta yang dimaksud oleh
pembuat undang-undang.
B.Macam-macam cara penafsiran hukum
1)Dalam
pengertian subyektif dan obyektif.
Dalam
pengertian subyektif ,apabila ditafsirkan seperti yang di kehendaki oleh
pembuat undang-undang.Dalam pengertian obyektif,apabila penafsiran lepas dari
pada pendapat pembuat undang-undang dan sesuai dengan adat bahasa sehari-hari.
2)Dalam
pengertian sempit dan luas.
Dalam
pengertian sempit(restriktif),yakni apabila dalil yang ditafsirkan di beri
pengertian yang sangat di batasi misalnya;Mata uang (pasal 1756 KUH
Perdata)pengertian hanya uang logam saja dan barang di artikan benda yang dapat
dilihat dan di raba saja.dalam pengertian luas (ekstensif),ialah apabila
dalilyang di tafsirkan di beri pengertian seluas-luasnya.Misalnya: Pasal
1756Perdata alinea ke-2 KUH Perdata tentang mata uang juga diartikan uang
kertas.
Berdasarkan sumbernya penafsiran Bersifat:
a)Otentik,Ialah penafsiran yang seperti diberikan oleh pembuat
undang-undang seperti yang di
lampirkan pada undang-undang sebagai penjelas.Penafsiran ini mengikat umum.
b)Doktrinair,Ialah penafsiran yang didapat dalam buku-buku dan
hasil-hasil karya karya para ahli.hakim tidak terikat karena penafsiran ini
hanya memiliki nilai teoretis.
c)Hakim,Penafsiran yang bersumber pada hakim(peradilan)hanya mengikat
pihak-pihak yang bersangkutan dan berlaku bagi kasus-kasus tertentu(pasal 1917
ayat (1) KUH Perdata.
C.Macam-Macam metode Penafsiran
Supaya
dapat mencapai kehendak dan maksud pembuat undang-undang serta dapat
menjalankan undang-undang sesuai dengan
kenyataan sosial maka hakim dapat menggunakan
beberapa cara penafsiran (interpretative methoden) antara lain sebagai barikut.
1.Penafsiran secara tata bahasa (Grammatikal)
Penafsiran
secara tata bahasa ,yaitu suatu cara penafsiran undang-undang menurut arti
perkataan (istilah)yang terdapat dalam undang-undang yang bertitik tolak pada
arti perkataan –perkataan dalam hubunganya satu sama lain dalam kalimat kalimat
yang yang di pakai dalam undang-undang.dalam hal ini hakim wajib mencari arti
kata-kata yang lazim di pakai dalam bahasa sehari-hari yang umum,oleh karena
itu di pergunakan kamus bahasa atau meminta bantuan padapara ahli bahasa.
contohnya :Suatu peraturan perundang-undangan
melarang orang untuk memparkir kendaraanya di suatu tampat tertentu.Peraturan
tersebut tidak menjelaskan apakah yang dimaksud dengan istilah “kendaraan“
itu.Apakah yang di maksud kendaraan hanyalah kendaraan bermotoratau termasuk
juga sepeda dan bejak.dalam hal ini sering penjelasan kamus bahasa atau menurut
keterangan para ahli bahasa belum dapat memberikan kejelasan tantang pengertian
kata yang di maksud dalam undang-undang tersebut .Oleh karena itu hakim harus
pula mempelajari kata yang bersangkutan dengan peraturan yang lain.
2.Penafsiran Sistematis
Penafsiran
sistematis adalah suatu penafsiran yang menghubungkan pasal yang satu dengan
pasal-pasal yang lain dalam suatu perundang-undangan yang bersangkutan atau
pada perundang-undangan hukum lainnya,atau membaca penjelasan suatu perundang
–undangan,sehingga kita mengerti apa yang di maksud.Misalnya dalam peraturan
perundang-undangan perkawinan yang mengandung azaz monogamy sebagai mana di
atur dalam pasal 27 KUH perdata menjadi dasar bagi pasal 34,60,64,68 KUH
Perdata dan 279 KUH Pidana.
3.Penafsiran Historis
Penafsiran
historis adalah menafsirkan undang-undang dengan cara melihat sejarah
terjadinya suatu undang-undang itu dibuat. Penafsiran ini ada 2 macam :
a).sejarah hukumnya,Yang diselidiki maksudnya
berdasarkan sejarah terjadinya hukum tersebut.Sejarah terjadinya hukum dapat
diselidiki dari memori penjelasan ,laporan-laporan perdebatan dalam DPRdan
surat menyurat antara menteri dengan komisi DPR yang bersangkutan.
b)Sejarah undang-undangnya,yng diselidiki
maksunya Pembentuk Undang-undang pada waktu membuat undang-undang itu misalnya
di denda 25 f,-sekarang ditafsirkan dengan uang RI,sebab harga barang lebih
mendekati pada waktu KUHP itu di buat.
4.Penafsiran Sosiologis(Teleologis)
Pada
hakikatnya suatu penafsiran UU yang di mulai dengan cara gramatikal selalu harus di akhiri dengan
penafsiran sosiologis.kalau tidak demikian maka tidak mungkin hakim dapat
membuat suatu keputusan yang benar-benar sesuai dengan kenyataan hukum di dalam
masyarakat ,sehingga dengan demikian penafsiran sosiologis adalah penafsiran
yang disesuaikan dalam keadaan masyarakat.Misalnya; di Indonesia masih banyak
peraturan yang berlaku yang berasal dari zaman colonial ,sehingga untuk
menjalankan peraturan itu hakim harus dapat menyesuaikan dengan keadaan
masyarakat Indonesia pada saat sekarang.
5.Penafsiran Autentik(resmi)
Penafsiran
auyentik adalah penafsiran resmi yang diberikan oleh pembuat
undang-undang.Misalnya:Pada pasal 98 KUHP ;”malam” berarti waktu antara
matahari terbenam dan matahari terbit ,dan pasal 97 KUHP : Hari adalah waktu
selama 24 jam dan yang di maksud dengan bulan adalah waktu selama 30 hari.
6.Penafsiran Nasional
Penafsiran
nassional adalah penafsiran yang menilik sesuai yidaknya dengan sistem hukum
yang berlaku .Mislnya :Hak milik Pasaal 570 KUHS sekarang harus ditafsirkan
menurut hak milik sistem hukum Indonesia.
7.Penafsiran Analogis
Penafsiran
analogis artinya member tafsiran pada sesuatu peraturan hukum dengan memberi
ibarat (kiyas) pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya ,sehingga
sesuatu peristiwa yang sebenarnya tidak dapat di masukkan ,lalu dianggap sesuai
dengan bunyi peraturan tersebut.misalnya;”menyambung’ aliran listrik dianggap
sama saja dengan mengambil aliran listrik.
8.Penafsiran ekstensif
Penafsiran
ekstensif adalah suatu penafsiran yang dilakukan dengan cara memperluas arti
kata-kata yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan sehingga suatu
peristiwa dapat dimasukkan ke dalam.Misalnya ; “aliran listrik’ termasuk juga
atau di samakan dengan “benda’.
9.Penafsiran
Restriktif
Penafsiran
restriktif adalah Suatu penafsiran yang di lakukan dengan cara membatasi atau
mempersempit arti kata-kata yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan. Misalnya; Kerugian
hanya terbatas pada kerugian materil saja
sedangkan kerugian immateriilnya termasuk didalam nya.
10.Penafsiran a contrario(menurut peringkaran)
PeSnafsira
a contrario adalah penafsiran suatu penafsiran yang dilakukan dengan cara
memberikan perlawanan pengertian antara pengertian konkret yang dihadapi dan
peristiwa yang di atur dalam undang-undang.Sehingga dengan berdasarkan
perlawanan pengertian itu dapat di ambil kesimpulan bahwa peristiwa yang
dihadapi itu tidak di liputi oleh undang-undang yang di maksud atau berada di
luar ketentuan undang-undang tersebut.
Contoh
; Pasl 34 KUH Perdata menentukan bahwa
seorang perempuan tidak di benarkan menikah lagi sebelim lewat tenggang waktu
300 hari setelah perceraian dari suami pertama.Berdasarkan penafsiran a
contrario maka dapat dikatakan bahwa ketentuan ini tidak berlaku bagi
seorang laki-laki.Karena bagi seorang laki-laki tidak perlu menunggiu tenggang
waktu tersebut untuk melakukan perkawinan lagi setelah putusnya perkawinan
pertama.Maksud tenggang waktu dalam pasal 34 KUH Perdat tersebut adalah untuk
mencegah adanya keraguan-keraguan mengenai kedudukan anak,berhubungan dengan
kemungkinan bahwa seorang sedang mengandung setelah perkawinannya putus atau bercerai.jika anak itu dilahirkan
setelah perkawinann yang berikutnya dalam tenggang waktu sebelum lewat 300 hari
setelah putusnya perkawinan pertama maka berdasarkan undang-undang kedudukan
anak tersebut adalah anak dari suami pertama.
CST Kanzil,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum indonesia ,Jakarta :Pradnya
Paramita,1990
R.Soeroso,Pengantar Ilmu Hukum,Jakarta
:Rajawali Press,2001
DR.Chairul Anwar,S.H.Dasaar-Dasar
Ilmu Hukum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar